gbm.my.id – Aku sudah lama melupakan Taman Wisata Rohani, Maria Ratu Alam Semesta, Wolowio. Namun, setahun lalu, sebuah unggahan di Facebook dari sahabatku, Rica Melania, kembali menggugah rasa penasaranku. Foto-foto yang ia bagikan menimbulkan banyak tanya dalam benakku. Di mana tempat ini? Bagaimana alamnya? Seperti apa suasananya? Pertanyaan-pertanyaan ini terus berputar dalam pikiranku, tetapi jawabannya baru kudapat sehari sebelum kepulanganku ke Kupang.
“Kakak, kita jalan-jalan ke Wolowio,” ujar adikku, Sery, memantik kembali ingatanku yang nyaris padam.
Pagi itu, aku baru saja terbangun. Adik bungsuku, Memy, telah menyiapkan segelas kopi Bajawa yang harum dan hangat, menemani dinginnya pagi di kota ini. Tawaran Sery semakin menyempurnakan momen itu. Secangkir kopi yang menghangatkan tubuh, ditambah dengan ajakan untuk berpetualang—sebuah kombinasi sempurna yang sulit kutolak.
Langit Bajawa hari itu tampak cerah meski beberapa gumpalan awan tebal bergelayut di angkasa. Aku sempat ragu untuk berangkat, khawatir hujan akan turun sewaktu-waktu. Namun, Sery meyakinkanku bahwa cuaca akan bersahabat. Dengan keyakinan itu, kami pun memutuskan berangkat.
Kami menaiki sepeda motor menuju taman doa. Sebelumnya, Memy telah memperingatkanku bahwa jalan menuju tempat itu tidak terlalu baik, bahkan harus menapaki anak tangga. Kekhawatirannya tidak menyurutkan semangatku. Semakin sulit perjalanannya, semakin besar rasa penasaranku.
Taman Wisata Rohani ini berjarak sekitar dua kilometer dari Kampung Beisipo atau sekitar lima hingga enam kilometer dari pusat Kota Bajawa. Ada dua jalur yang bisa ditempuh untuk mencapainya: melalui halaman kampung atau lewat jalan di belakang kampung. Hari itu, kami memilih melintasi halaman kampung.
Jalan menuju puncak taman doa tidaklah mudah. Tanahnya masih alami, belum diperkeras dengan aspal atau rabat beton. Hujan yang sering turun di Bajawa akhir-akhir ini membuat beberapa ruas jalan terkikis air, menciptakan tantangan tersendiri. Kami harus ekstra hati-hati agar tidak tergelincir atau jatuh. Namun, rasa ingin tahu mengalahkan segala ketidaknyamanan.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya kami tiba di pelataran parkir taman wisata. Dari sini, ada dua jalur yang dapat dipilih untuk mencapai pelataran Patung Maria Ratu Alam Semesta. Jalur pertama berupa jalan rabat beton selebar dua meter, sementara jalur kedua adalah jalur tanah dengan ratusan anak tangga. Kami memilih jalur pertama demi mencapai puncak lebih cepat dan menghemat tenaga.
Saat kami tiba, puncak taman doa masih diterangi sinar matahari yang menerobos celah awan. Dari sini, kami dapat melihat Kampung Beisipo, Kota Bajawa, Gunung Ebulobo, bahkan hingga Aimere. Awan gemawan tebal melayang-layang, menyisakan celah bagi cahaya matahari untuk menciptakan efek dramatis yang luar biasa indah. Aku tak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk mengabadikan setiap sudut taman doa dan keindahan alam sekitarnya.
Taman Wisata Rohani Wolowio memiliki dua bukit. Bukit yang lebih tinggi menjadi tempat bertahtanya Patung Maria Ratu Alam Semesta, sementara bukit yang lebih kecil dihiasi tugu salib dan patung Tuhan Yesus. Selain sebagai destinasi wisata, tempat ini juga difungsikan sebagai tempat peribadatan, rosario, dan jalan salib. Secara administratif, taman doa ini berada di bawah otoritas Gereja Katolik, Keuskupan Agung Ende, Kevikepan Bajawa, Paroki St. Longginus Wolowio. Dibangun tiga tahun lalu, taman ini diresmikan oleh Uskup Agung Ende, Mgr. Vincentius Potokota Pr, pada 30 Mei 2014.
Kami menghabiskan sekitar 20 menit di puncak taman doa, menikmati ketenangan dan keindahan yang ditawarkan tempat ini. Tiba-tiba, kabut mulai turun dari arah selatan, perlahan membingkai Maria Ratu Alam Semesta dalam pelukan putihnya. Aku segera mengabadikan momen ini—pemandangan yang menakjubkan, seolah Maria sedang diselimuti kelembutan awan. Sepuluh menit kemudian, kabut semakin tebal, menyelimuti seluruh area, menciptakan suasana syahdu. Namun, angin pegunungan segera datang, mengusir kabut perlahan-lahan.
Di momen itulah, aku memanfaatkan kesempatan untuk berdoa sebelum akhirnya berpisah dengan Maria Ratu Alam Semesta Wolowio. Perjalanan ini bukan sekadar wisata rohani, tetapi juga perjalanan batin yang begitu dalam. Semua pengalaman ini aku abadikan dalam bait-bait puisi, sebagai kenangan tentang perjalanan spiritual yang tak terlupakan.