gbm.my.id – Perjalanan kali ini membawa saya kembali ke Nagekeo. Untuk kedua kalinya, saya berkesempatan bertemu dengan Bupati Nagekeo, dr. Johanes Don Bosco Do. Namun, ada yang berbeda kali ini. Saya datang bersama tim baru dalam Assessment Center Provinsi NTT. Dari tim sebelumnya, hanya saya dan Yanto Kapa yang kembali, sementara anggota lainnya adalah Unun Fernandez, Kiki Amalo, Asty Mawuntu, Aven Reme, Anne Assan, Rizky Pradita Manafe, dan Novy Simanjutak.

Seperti pada pertemuan terdahulu, dr. Don berbicara tanpa sekat. Setiap pemikirannya mengalir deras, kaya akan ide, dan berorientasi jauh ke depan. Saya memilih untuk menjadi pendengar yang baik, tanpa interupsi, kecuali Aven dan Unun yang sesekali meminta konfirmasi atas kebijakan pembangunan. Transfer pengetahuan pun terjadi dengan begitu alami.

Saya bukan hanya sekadar pendengar, tetapi juga seorang pengagum. Bukan karena statusnya sebagai bupati, melainkan karena pemikiran, visi, dan daya juangnya. Kekaguman saya terhadapnya telah terekam dalam beberapa tulisan saya, bahkan sebelum ia menjabat sebagai Bupati Nagekeo. Tulisan-tulisan itu pernah memicu polemik, namun bagi saya, itu adalah bagian dari diskursus yang sehat.

Dalam setiap pertemuan, dr. Don selalu menyajikan ide-ide baru. Ia bukan tipe pemimpin yang mengulang gagasan lama atau mendaur ulang konsep sebelumnya. Ia adalah seorang visioner sejati, seorang pemimpin yang berani keluar dari arus utama, berpikir dan bertindak di luar kebiasaan. Sikap ini pula yang tercermin dalam harapannya kepada para assessor SDM Aparatur Provinsi NTT untuk menilai calon pejabat yang benar-benar layak, bukan sekadar “penikmat jabatan.”

“Pemimpin yang hanya menikmati jabatan,” kata dr. Don, “adalah mereka yang memiliki mobil tetapi butuh sopir pribadi, yang suka dibantu orang lain untuk menenteng map, memegang kacamata, dan segala sesuatu harus dilayani.”

Sebaliknya, ia menginginkan pemimpin yang mandiri. Pemimpin yang bisa membawa kendaraan sendiri, menenteng berkasnya sendiri, dan siap turun langsung ke lapangan tanpa ketergantungan pada fasilitas dan bantuan orang lain. Ia percaya bahwa pemimpin yang seperti itu akan lebih memahami realitas di lapangan dan lebih tanggap dalam menghadapi tantangan.

Baginya, kepemimpinan bukan sekadar soal jabatan, melainkan keterampilan yang harus ditempa melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Ada pemimpin yang lahir dari pendidikan formal, ada yang ditempa oleh pengalaman di lapangan, dan ada pula pemimpin yang memang secara alami memiliki bakat kepemimpinan. Namun, mayoritas pemimpin yang sukses adalah mereka yang melalui proses panjang pembelajaran dan penggemblengan.

Salah satu hal yang ditekankan oleh dr. Don adalah keseimbangan antara kemampuan leading (memimpin) dan managing (mengelola). Seorang pemimpin idealnya memiliki kedua keterampilan ini secara seimbang. Ia bukan hanya harus mampu memimpin orang-orang di bawahnya, tetapi juga harus cakap dalam mengelola sumber daya yang ada.

Dalam analoginya, dr. Don membandingkan calon pemimpin dengan gelatin dan spons. Gelatin, meskipun tampak bening dan menarik, sebenarnya rapuh dan tidak memiliki kemampuan menyerap. Sebaliknya, spons mampu menyerap air sebanyak mungkin, seperti halnya pemimpin yang selalu haus akan ilmu dan keterampilan baru. Ia menginginkan pemimpin seperti spons, yang bisa terus belajar dan beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan.

Sebagai pemimpin, dr. Don bukan tipe yang hanya duduk di balik meja. Ia adalah sosok yang terus bergerak, turun langsung ke lapangan, dan memastikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat benar-benar diimplementasikan. Salah satu sektor yang menjadi fokus utamanya adalah pariwisata.

Nagekeo, meskipun tidak memiliki jumlah destinasi wisata sebanyak Manggarai Barat atau Ngada, tetap memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Dengan semangat tanpa henti, ia menggenjot pembangunan di sektor ini. Kampung-kampung wisata seperti Kampung Pajo Reja dan Kampung Kawa mulai bermunculan, dan berbagai potensi lain sedang diidentifikasi untuk mempercepat perkembangan pariwisata daerah ini.

Selain itu, ia juga melihat peluang besar dalam penetapan Labuan Bajo sebagai kawasan wisata utama. Menyongsong sidang G20, dr. Don mendorong jajarannya untuk melakukan perjalanan ke Labuan Bajo guna mengidentifikasi kebutuhan logistik para buruh yang bekerja di sektor infrastruktur dan pariwisata. Harapannya, Nagekeo dapat menjadi salah satu pemasok logistik bagi daerah tersebut.

Dalam setiap kesempatan, dr. Don selalu berusaha memperkenalkan produk-produk lokal Nagekeo. Mulai dari minyak kelapa Maunori, cokelat Kobar, kain tenun, hingga virgin coconut oil (VCO). Menurutnya, ASN pun tidak salah jika turut serta dalam mendukung dan memasarkan produk lokal selama itu dilakukan secara halal. “Tagline ‘Bela Beli Nagekeo’ harus benar-benar diwujudkan,” ujarnya.

Dalam pertemuan sebelumnya pada 2019, ia sudah membagikan strategi untuk meningkatkan ekonomi kerakyatan. Salah satunya dengan menggandeng koperasi guna memberikan modal kepada ibu-ibu pelaku usaha kecil. Sementara untuk sektor tenun ikat, ia bekerja sama dengan rumah tenun Ina Ndao Kupang untuk memberikan pelatihan kepada kaum ibu agar hasil tenunan mereka semakin berkualitas dan memiliki nilai jual lebih tinggi.

Bahkan, dalam pertemuan ini, ia mencontohkan langsung hasil kerja sama tersebut. “Selendang yang bapak ibu kenakan berasal dari Rendu. Yang berwarna hitam dan kuning itu masih asli, sedangkan yang satu lagi sudah mendapatkan sentuhan dari Ibu Dorce dari Ina Ndao,” katanya. Dengan antusias, ia menjelaskan bahwa penggunaan warna alami dalam tenunan menghasilkan warna biru dongker, sedangkan yang menggunakan pewarna sintetis cenderung hitam.

Saat pertemuan ini harus diakhiri—karena dr. Don harus melakukan kunjungan kerja ke Raja dan tim assessment harus melanjutkan tahapan penilaian—saya merenungkan kembali apa yang telah disampaikan.

Kepemimpinan bukan hanya teori yang tertulis di buku. Kita bisa belajar dari siapa saja, termasuk dari para pemimpin di sekitar kita. Pandangan, sikap, dan tindakan mereka adalah cerminan dari karakter kepemimpinan yang sesungguhnya.

Terima kasih, Bupati Nagekeo, atas pelajaran berharga tentang kepemimpinan. Semoga hasil penilaian kompetensi manajerial kami dapat membantu menemukan pemimpin masa depan yang tidak hanya memiliki jabatan, tetapi juga jiwa kepemimpinan sejati.