Ketika Langit Kupang Turut Berduka
Saat mendung menyelimuti kota Kupang, kabar duka pun menyelimut hati saya. Langit tampak meneteskan air matanya, seolah turut berduka atas kepergian Bapak Karolus Kia. Kabar ini saya terima dari seorang staf Biro Keuangan pada tanggal 16 Januari 2012, pukul 17.00 WITA. Hari itu, saya sedang menuju Biro Keuangan ketika seorang staf bertanya alamat rumah almarhum untuk mengirimkan karangan bunga. Sejenak saya terdiam, mencerna kabar yang begitu mendadak ini. Sakit yang selama ini beliau derita akhirnya mengantarnya pergi.
Rasa bersalah menghantui pikiran saya—hingga kabar kepergiannya tiba, saya belum sempat menjenguknya, baik di rumah sakit maupun di rumahnya. Ketika saya kembali ke rumah, langkah saya terhenti di jalur samping Biro Keuangan. Dari sana, saya menatap lantai dua, tempat ruang kerja beliau berada. Pita memori saya berputar kembali ke tahun-tahun yang telah berlalu, ke masa ketika saya masih menjadi staf beliau. Dua tahun bukanlah waktu yang lama, namun cukup untuk membentuk kesan mendalam tentang sosok yang kini telah tiada.
Sosok Berkumis dan Tertata Rapi
Akhir tahun 2008, saya mengikuti tes CPNS di lingkup Pemerintah Provinsi NTT. Ruang ujian saya berada di salah satu kelas Sekolah Polisi Negara Kupang. Saat ujian berlangsung, Gubernur NTT, Bapak Frans Lebu Raya, melakukan inspeksi bersama dua pejabat berpakaian safari. Saya yang duduk di sebelah Pak Ben Niron, spontan mengeluarkan ponsel untuk mengabadikan momen itu.
“Bapak, saya foto dulu. Biarkan ini bisa menjadi kenangan,” kata saya kepada Bapak Gubernur. Dengan senyum ramah, beliau mengangguk.
Ketika melihat kembali foto itu, selain wajah Gubernur, ada sosok lain yang menarik perhatian saya—seorang pejabat bertubuh ramping dengan kumis yang tertata rapi. Beliau tampak selalu tersenyum dan menggenggam ponselnya. Siapa dia? Saat itu, saya tidak tahu.
Pertemuan Pertama yang Berkesan
Tanggal 14 Februari 2009 menjadi hari yang membahagiakan. Saya dinyatakan lulus tes CPNS. Selanjutnya, saya dan 135 rekan lainnya harus melapor dan melengkapi berkas di Biro Kepegawaian. Tanggal 4 Maret 2009, kami menerima pengarahan di Aula Bappeda, diwakili oleh Pak Paul Manehat dan Pak Flavianus Du’a. Pada hari itu juga, saya mendapatkan penempatan di Biro Kepegawaian bersama beberapa teman lainnya.
Ketika pertama kali masuk ke ruang kerja Kepala Biro Kepegawaian, saya terkejut. Sosok berkumis yang saya lihat dalam foto itu ternyata adalah Bapak Karolus Kia, Kepala Biro Kepegawaian Setda Provinsi NTT. Dari tutur katanya, tergambar sosok yang ramah dan berwibawa. Itulah kesan pertama saya tentang beliau.
Pemimpin yang Dekat dengan Stafnya
Meniti karier hingga ke jenjang eselon II tentu bukan hal mudah. Dibutuhkan perjalanan panjang, ketekunan, dan dedikasi yang tinggi. Begitu pula dengan Bapak Karolus Kia. Namun, jabatan tidak menjadikannya sosok yang angkuh. Beliau tetap dekat dengan staf, mengenal mereka dengan baik, dan bahkan menyapa mereka dengan panggilan khas ‘Ina’ atau ‘Ama’.
Kantor Sub Diklat dan Formasi, tempat saya ditempatkan, berada persis di sebelah ruang Kepala Biro Kepegawaian. Setiap kali melewati ruangan ini, beliau selalu menyapa, terkadang bercengkerama dengan para staf. Ia juga tidak segan berbagi rokok dengan mereka, atau bahkan meminta rokok dari staf lainnya. Kedekatan semacam ini menciptakan suasana kerja yang hangat dan akrab.
Saya bersyukur ditempatkan di Biro Kepegawaian. Di sana, saya belajar banyak tentang dunia birokrasi dan mendapat kesempatan untuk mengembangkan keterampilan. Saya berada di lingkungan yang mendukung, di bawah kepemimpinan seorang pemimpin yang tidak hanya menjadi atasan, tetapi juga bapak dan sahabat bagi para stafnya.
Amanat, Kenangan, dan Kerja Tim: Kisah Perjalanan di Biro Kepegawaian NTT
Pada awal saya bergabung di Biro Kepegawaian, tugas pertama yang diberikan adalah menyusun usulan formasi PNS untuk Tahun Anggaran 2009. Meskipun bagi saya ini adalah tugas besar, saya merasa diberkati dengan dukungan penuh dari berbagai pihak, terutama dari pimpinan saya yang sangat mempercayai kemampuan saya—Bapak Karolus Kia (Bapak Karo), Kepala Biro Kepegawaian saat itu, bersama dengan Kabag Pengembangan, Bapak Paul Manehat, dan Kasubag Diklat dan Formasi, Bapak Flavianus Du’a.
Tugas tersebut tidak hanya menuntut keahlian teknis, tetapi juga integritas dan dedikasi. Saya harus mengumpulkan berbagai referensi, mulai dari perhitungan beban kerja, latar belakang pendidikan, hingga dokumen usulan formasi tahun sebelumnya. Dengan bantuan dan bimbingan dari Pak Flavi dan Pak Yusuf Otemusu, saya berhasil menyusun usulan tersebut dalam waktu dua bulan, yang kemudian berhasil mengidentifikasi kebutuhan pegawai sebanyak 418 orang. Ini bukan pencapaian yang mudah, mengingat waktu yang terbatas, dan saya harus bekerja hingga larut malam bersama Pak Flavi dan Pak Yusuf di kantor.
Kunci keberhasilan saya adalah dukungan penuh dari tim. Para pimpinan yang selalu siap membantu, serta keteguhan dalam melakukan pekerjaan dengan hati. Tak lama setelah usulan saya diajukan, kabar baik datang: usulan formasi diterima tanpa perubahan! Saat mendengar kabar tersebut, rasa bangga dan lega menyelimuti hati saya. Itu adalah bukti nyata bahwa kerja keras dan kolaborasi tim membuahkan hasil yang membanggakan. Keberhasilan ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan karier saya di Biro Kepegawaian.
Kepercayaan Berbuah Hasil yang Membanggakan
Dua bulan setelah pengajuan, saat Pak Flavi memberitahukan saya bahwa usulan tersebut diterima tanpa perubahan, saya merasa bangga. Keberhasilan ini juga mengundang respons positif dari staf lainnya. Bapak Karo, bersama Kabag dan Kasubag, telah menunggu hingga larut malam untuk menyelesaikan pengurusan usulan formasi, sebuah usaha yang tak bisa saya lupakan. Formasi PNS TA 2009 yang saya usulkan memecahkan rekor dan menjadi yang terbesar dalam sejarah.
Keberhasilan ini menjadi milik bersama, bukan hanya hasil kerja saya sendiri, melainkan hasil kerja keras seluruh tim. Kami bekerja sama, belajar satu sama lain, dan saling mendukung untuk menyelesaikan tugas dalam batas waktu yang semakin sempit. Pengalaman ini mengajarkan saya banyak hal, terutama tentang pentingnya bekerja dalam tim dan memahami setiap detil tugas yang diberikan.
Momen Penting: Keberhasilan Menghadapi Tantangan Waktu
Keberhasilan dalam menyusun usulan formasi PNS tentunya membawa harapan besar bagi banyak pencari kerja, tetapi juga menambah tantangan bagi Biro Kepegawaian. Tantangan besar datang ketika pengumuman kuota penerimaan CPNS yang besar harus diikuti dengan persiapan yang matang. Proses seleksi harus dilakukan dalam waktu yang sangat terbatas. Biro Kepegawaian harus segera menyiapkan prosedur dan teknis pelaksanaan tes.
Bapak Karo dan seluruh pimpinan Biro Kepegawaian harus berpikir cepat dan bekerja keras. Rapat-rapat digelar untuk merancang prosedur penerimaan dan teknis pelaksanaan tes. Saya ingat dengan jelas bagaimana Pak Flavi menginginkan sistem pendataan berbasis IT untuk mempermudah proses ini, dan ide tersebut kemudian menjadi kenyataan. Dukungan dari pimpinan dan staf membuat kami berhasil membuat sistem pendataan yang mampu menampung ribuan pelamar dalam waktu yang sangat singkat.
Menggagas Sistem Pendataan: Inovasi di Tengah Kesibukan
Dalam salah satu rapat, Pak Flavi menyampaikan keinginannya untuk membangun sistem pendataan yang bisa mencetak daftar nominatif, absen, dan kartu tes dengan cepat. Saya mengambil inisiatif untuk menangani tugas ini, dengan dukungan penuh dari pimpinan dan fasilitas yang diperlukan. Saya mengembangkan sistem berbasis web dengan PHP dan MySQL, yang memungkinkan pengentrian data secara cepat dan efisien.
Semua staf Biro Kepegawaian bekerja bahu-membahu untuk memastikan proses pendataan berjalan lancar. Bahkan meskipun kerja kami melelahkan, kami selalu merasa didukung oleh para pimpinan, khususnya Bapak Karo yang selalu berada di tengah kami, memberikan semangat dan bimbingan. Beliau sering keluar dari ruangannya untuk bercengkerama dengan staf, menunjukkan sisi kerendahan hati yang luar biasa. Saya tidak akan pernah melupakan bagaimana Bapak Karo pernah meneguk arak dari gelas bekas saya, sebuah momen sederhana yang menunjukkan betapa rendah hatinya beliau.
Kerja Keras dan Kerja Cerdas: Momen Tak Terlupakan
Setelah seminggu kerja keras, kami berhasil mendata 5006 pelamar yang siap mengikuti tes CPNS. Meskipun kami harus bekerja hingga larut malam dan menghadapi tekanan besar, kami tidak merasa sendirian. Kami didukung oleh pimpinan yang peduli dan memberikan rasa aman bagi kami yang bekerja tanpa lelah.
Namun, tidak semua perjalanan kami berjalan mulus. Pada satu kesempatan, saat kami berada di Bogor untuk pemeriksaan LJK (Lembar Jawaban Komputer), kami menghadapi tantangan yang cukup berat. Salah satu anggota tim terlambat datang, dan Bapak Karo yang biasanya sangat sabar, kali ini terlihat marah. Itu adalah sisi lain dari Bapak Karo yang jarang saya lihat, tetapi tetap menunjukkan sikap bijaksana tanpa ada dendam.
Pulang dengan Kenangan: Kepergian yang Meninggalkan Kekosongan
Setelah semua tugas selesai, saya tidak bisa menahan diri untuk mengenang momen-momen indah bersama Bapak Karo dan seluruh tim. Bapak Karo yang selalu ada untuk kami, memberikan bimbingan, dan melayani dengan hati. Kepergian beliau pada 19 Januari 2012 meninggalkan kenangan mendalam bagi kami yang pernah bekerja bersama beliau.
Sebagai penghormatan kepada beliau, saya akan terus mengenang kerja keras dan dedikasi beliau selama ini. Beliau bukan hanya pemimpin yang bijaksana, tetapi juga teman yang baik. Kenangan bersama Bapak Karo akan terus hidup dalam setiap langkah saya, mengingatkan saya tentang pentingnya bekerja dengan hati, tekad, dan integritas.
Mengenang Bapak Karo: Jejak Kehidupan yang Penuh Kekuatan
Pada suatu Minggu di bulan Januari 2011, meskipun tanggalnya sudah samar dalam ingatan, Guido tiba di Denpasar. Saya menunggu kedatangannya di sebuah penginapan sederhana, Nusa Indah, di Jl. Beliton. Sesaat setelah dia tiba, Guido menceritakan hal yang mengejutkan. Ternyata, dia satu pesawat dengan Bapak Karo, seorang atasan yang saya kenal baik, beserta istrinya. Namun, sayangnya, setelah turun dari pesawat, Guido tidak sempat berpamitan dengan beliau.
Guido tahu betul bahwa Bapak Karo akan melakukan check-up rutin di Rumah Sakit Sanglah, Denpasar. Namun, meskipun saya berada di kota yang sama, saya tak pernah sekalipun terbersit niat untuk mengunjungi beliau di rumah sakit. Saya lebih terlarut dalam rutinitas baru di kantor, Kantor Kanreg X Denpasar. Waktu pun berlalu tanpa saya menyempatkan diri untuk menengoknya. Ketika masa tugas saya selesai dan saya pulang ke Kupang, kabar yang saya terima cukup mengguncang. Bapak Karo ternyata harus menjalani operasi di RS Sanglah.
Guido dan Pak Yusuf sempat mengunjungi beliau di rumah sakit. Begitu saya mendengar kabar itu, perasaan bersalah mulai menyelimutiku. Saya merasa tidak sepantasnya melupakan seseorang yang selama ini banyak memberi arahan dan perhatian. Penyesalan itu menghantui saya beberapa lama.
Kalimat yang Tak Terlupakan
Usai menjalani operasi dan masa pemulihan yang cukup panjang, Bapak Karo akhirnya diperbolehkan pulang ke Kupang. Meski kondisinya masih lemah, beliau tetap berusaha menjalankan tugasnya di kantor, walau hanya beberapa jam dalam sehari, atau bahkan sesekali bekerja dari rumah. Suatu hari, saya mendapat kesempatan untuk bertemu beliau di ruangan kerjanya. Saya datang untuk meminta tanda tangan pada formulir aplikasi ADS, sebuah program yang saya ikuti untuk studi lebih lanjut.
“Jangan marah ama, saya tidak bisa berbicara banyak. Kondisi fisik saya masih capek,” kata Bapak Karo dengan suara pelan setelah menandatangani dokumen saya.
Saya mengangguk dan memohon pamit. Dari sorot mata beliau, saya bisa merasakan bahwa tubuhnya belum sepenuhnya pulih. Sejak pertemuan itu, Bapak Karo semakin jarang datang ke kantor secara rutin, namun dia tetap hadir meski hanya sebentar.
Meski fisiknya belum pulih sepenuhnya, Bapak Karo terus berusaha hadir untuk memberikan arahan dan menyelesaikan tugas-tugasnya. Pertemuan terakhir saya dengan beliau terjadi ketika saya mengajukan berkas mutasi untuk istri saya. Beliau memberikan disposisi untuk memprosesnya lebih lanjut, dengan kata-kata yang penuh makna.
“Ama Gorys, kalau ada masalah nanti sampaikan ke Bapak. Bapak siap bantu,” kata beliau dengan lembut saat menandatangani disposisi tersebut.
Kata-kata itu seolah memberikan kekuatan besar bagi saya. Pada saat itu, saya sedang bergumul dengan berbagai urusan hidup pribadi saya, dan kalimatnya terasa seperti angin segar yang meringankan beban. Meski saya tahu proses mutasi itu tidak mudah, dukungan dari beliau memberikan harapan dan semangat.
Namun, sayangnya, tak lama setelah itu, saya mendengar kabar yang mengejutkan. Proses mutasi tersebut belum selesai, dan saya pun segera dipindahtugaskan. Beberapa waktu kemudian, saya menerima berita bahwa Bapak Karo telah pergi untuk selama-lamanya.
Selamat Jalan, Bapak Karo
Perasaan kehilangan begitu mendalam. Bapak Karo bukan hanya seorang atasan, tetapi seorang figur yang memberikan banyak pelajaran hidup. Kehidupannya yang penuh dedikasi dan keteguhan hati dalam menghadapi segala cobaan selalu menginspirasi banyak orang, termasuk saya. Kalimat-kalimatnya yang sederhana namun penuh makna masih terus terngiang di benak.
Selamat jalan, Bapak. Terima kasih atas segala kebijaksanaan, bantuan, dan kekuatan yang telah Bapak berikan. Doa kami selalu menyertaimu.