gbm.my.id – Setiba di Kantor Bupati Nagekeo, pagi itu, Novi memberi kabar bahwa Pak Unun Fernandez sedang berulang tahun.

“Bapa, Kak Unun hari ini ulang tahun,” katanya dengan nada antusias.

Saya pun tersenyum, lalu menjawab, “Wah, seharusnya kita membuat kejutan di hotel tadi pagi.”

Kabar ini cepat menyebar hingga ke telinga Bapak Thomas Koba, Kepala BK-Diklat Kabupaten Nagekeo. Saat kami duduk santai di bangku taman depan ruang BK-Diklat, Dyta kembali mengingatkan tentang ulang tahun Pak Unun. Namun, pagi itu berlalu tanpa perayaan, hanya ucapan selamat yang mengalir di grup WhatsApp.

Saya kebetulan duduk di samping Pak Unun. Sambil mengulurkan tangan, saya mengucapkan selamat. “Ini kali kedua saya dampingi tim, assessornya merayakan ulang tahun,” ujar saya mengenang pengalaman sebelumnya.

“Pertama, Guido, di Ruteng,” tambah saya, mengingat perayaan sederhana dengan tiup lilin di atas kue tart yang diam-diam disiapkan oleh Putri Takalapeta, Hans, dan Kiki Amalo.

Jam terus berputar. Menjelang siang, suasana di BK-Diklat mulai sibuk. Beberapa kursi dipindahkan ke ruang makan, dan Pak Im bersama seorang rekannya membawa speaker aktif.

“Mau calling peserta daripada panggil satu per satu,” ujar Pak Im.

Benar juga, tapi dengan hanya 22 peserta, apakah perlu? Saya menyarankan agar peserta makan duluan, tapi panitia bersikeras menunggu assessor selesai wawancara. Akhirnya, saat Pak Unun keluar dari ruangan dan mengajak semua assessor ke aula, semua mulai bergerak.

Di aula, kursi-kursi tersusun rapi. Beberapa peserta sudah duduk, sementara yang lain masih menunggu di luar. Ketika suasana hampir tenang, suara Pak Sil Teda tiba-tiba membahana, memecah keheningan.

“Mana bisa tes belum selesai, ada yang bilang sudah siap duduk!” teriaknya dengan nada tinggi, wajahnya tampak tegang.

Sontak, suasana berubah. Ia mengacungkan tangan ke arah Pak Gusti Pone dan memerintah, “Panggil semua assessor!”

“Baik, panggil semua assessor,” jawab Pak Thomas dengan nada datar.

Namun, Pak Sil tak sabar. Ia berdiri, melangkah ke lorong pintu keluar aula, dan Pak Gusti mengikutinya. Keriuhan pun pecah. Beberapa peserta wanita berusaha melerai, termasuk Ibu Tilde yang menghampiri suaminya, Pak Sil.

“Bapak tidak kasihan sayakah?” tanyanya lirih.

Di sisi lain, Ibu Olivia berusaha menahan Pak Gusti, sementara Ibu Hilda mengamati situasi dari dalam aula. Tiba-tiba, Ibu Klementina berteriak lantang, “Calon Eselon II bodok!”

Pernyataan ini memantik kemarahan Bapak Kadis PU Nagekeo, Bernadianus Fansi Ena. Ia nyaris membanting meja.

“Bikin malu saja!” gerutunya lalu bergegas keluar aula.

Ketegangan memuncak. Semua orang kebingungan. Nyaris ada adu jotos. Hingga akhirnya, Ibu Hilda keluar membawa kue tart dengan lilin menyala. Sambil tersenyum, ia mulai menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Sontak, semua yang terlibat dalam ‘drama’ ini ikut bernyanyi.

Saya terdiam. Dalam hati membatin, “Oalahhh… ternyata ini prank!”

Prank yang sempurna dari peserta JPTP dan Kepala BK-Diklat. Kami semua tertawa lepas setelah sebelumnya tegang. Semua perasaan bercampur menjadi satu—kaget, marah, bingung, lalu lega. Unun, sang yubilaris, hanya diam. Ada butiran yang menetes dari kelopak matanya—takut, haru, dan bahagia membaur jadi satu. Pasti, ini adalah salah satu ulang tahun yang tak akan ia lupakan.

Nagekeo gaga ngeri. Seni ngeri.